Garuda di Dadaku

Salah satu film yang menggambarkan cinta tanah air adalah film Garuda di Dadaku. Film ini mengisahkan perjuangan seorang anak yang sangat mendambakan menjadi pesepak bola profesional Indonesia. Keandalan bermain bola melekat sejak kecil. Dia mendapat warisan kuat dari ayahnya yang dulu pemain bola nasional. Namun, meraih impian tak selamanya berjalan mulus. Rintangan justru datang dari orang yang dihormati dan dicintai. Kakeknya.

Bayu, yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya:
 menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil mendribble bola untuk sampai ke lapangan bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana. Heri, sahabat Bayu penggila bola, sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu. Dialah motivator dan “pelatih” cerdas yang meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional. Namun Pak Usman, kakek Bayu, sangat menentang impian Bayu karena baginya menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan. Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari-cari berbagai alasan agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Tetapi hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu, dan bahkan persahabatan tiga anak itu terancam putus. Terlalu mulukkah impian Bayu untuk menjadi pemain sepak bola yang hebat.

Seoarang anak yang berjuang untuk menjadi pesepak bola professional Setiap manusia tentu mempunyai cita-cita. Bayu, tokoh utama film ini punya keinginan yang sederhana. Ia ingin menjadi pemain sepakbola yang andal. Sedemikian merasuknya cita-cita itu, Bayu pun bermimpi bermain bal-balan bersama ayahnya yang telah meninggal dunia. Ayah Bayu memang pernah menjadi pemain sepak bola, sebelum bekerja sebagai sopir taksi.Sayangnya, cita-cita Bayu menjadi pemain bola ini ditentang sang kakek, Usman (Ikranegara). Usman selalu mengatakan, menjadi pemain sepakbola berarti memilih hidup miskin. Bahkan, ia tak akan mengakui Bayu sebagai cucu , jika Bayu nekat menjadi pemain bola.
Di tengah upaya kakek Usman mendidik Bayu menjadi orang sukses lewat beragam kursus, Bayu justru bertemu dengan Johan (Ari Sihasale), pelatih sekolah sepakbola Arsenal di Jakarta. Pertemuan ini menjadi langkah awal bagi perjalanan panjang Bayu untuk masuk menjadi tim sepakbola nasional yang memakai seragam berlambang garuda di bagian dada. Film ini juga dapat membangkitkan rasa cinta dan nasionalisme bangsa terhadap Indonesia khusunya di dunia sepak bola Indonesia. Sebagai film anak-anak, Garuda di Dadaku mencoba membangkitkan semangat cinta Indonesia melalui sepakbola. Penonton akan mudah tergiring ke suasana patriotik ketika menyaksikan adegan Bayu yang mengenakan seragam tim nasional berdiri di tengah lapangan berumput hijau. Tak lupa, sindiran terhadap pemangku pemerintahan juga terselip dalam film ini. Ambil contoh, adegan yang menceritakan kesulitan Bayu dan rekannya mencari lapangan sepakbola untuk berlatih. "Hidup ini kadang seperti pertandingan sepak bola. Ada pemain yang masuk, ada yang keluar. Kadang dia di pihak kita, kadang di pihak lawan. Datangnya bisa berdekatan waktunya, begitu juga keluar." 
Cinta Tanah AirJudul Film       : Garuda di Dadaku                                                     Sutradara       : Ifa IsfansyahPenulis           : Salman AristoPemeran         : Emir Mahira ssebagai Bayu                        Aldo Tansani sebagai Heri                        Marsha Aruan sebagai Zahra                        Ikranagara sebagai Pak Usman (Kakek Bayu)                        Maudy Koesnaidi sebagi Wahyuni (Ibu Bayu)                        Ari Sihasaleh sebagai Pak Johan (Pelatih)Tanggal Rilis   : 18 Juni 2009

Komentar

Postingan Populer