Pandangan LGBT dari berbagai Aspek
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender ( LGBT) adalah istilah yang digunakan semenjak tahun 1990an menggantikan istilah komunitas gay yang sebelumnya digunakan untuk mewakili kelompok-kelompok yang termasuk dalam kategori tersebut. Akronim ini dibuat untuk menekan keanekaragaman budaya yang berdasarkan identitas seksual dan gender.
LGBT merupakan fenomena sosial yang sangat mengkhawatirkan dimana sewajarnya manusia yang berakal menyukai dan berorientasi seksual terhadap lawan jenis tidak berlaku bagi orang-orang yang berada dalam golongan ini. Golongan LGBT tidak lagi mengindahkan fitrah mereka sebagai makhluk hidup yang ditakdirkan berpasang-pasangan dan memilih berorientasi seperti penamaan golongan mereka.
Semenjak Mahkamah Agung Amerika Serikat resmi melegalkan pernikahan sesama jenis diseluruh wilayah AS pada 26 Juni 2015, golongan LGBT diseluruh dunia yang dahulu lebih memilih menyembunyikan idntitasnya kini mulai berani menunjukkan eksistensinya kepada masyarakat umum termasuk di Indonesia. Di Indonesia saja komunitas-komunitas yang menyatakan diri sebagai golongan LGBT telah tersebar di berbagai daerah. Menurut catatan Komisi Pemerhati Anak dan Remaja (KPAR) Tasikmalaya, jumlah warga terindikasi suka sesama jenis di kota tersebut pada 2014 mencapai 1.578 orang, tersebar di 69 kelurahan.
Seberapa bahayakah perilaku LGBT ? dan apakah perilaku LGBT dapat dibenarkan ? Divisi kajian dan Strategi BEM PNJ 2015/2016 telah mengkaji fenomena LGBT ini dan membahasnya dalam berbagai sudut pandang.
1. Sudut Pandang Kesehatan.
Pertama, Perilaku LGBT berpotensi menularkan virus HIV / AIDS.
Menurut data KEMENKES RI antara tahun 1987-september 2014 tercatat 150.296 kasus HIV dan 55.799 kasus AIDS. Presentase kasus AIDS dari faktor resiko adalah :
- Heterosex tidak aman 61,5%
- IDU 15,2%
- Tak diketahui 17,1%
- Homosex 2,4%
- Bisex 0,6%
- Perinatal 2,7%
- Transfusi darah 0,2%
- Lain-lain 0,3%
Sedangkan antara Juli-september 2015 tercatat 6.799 kasus AIDS dengan presentase resiko akibat Homoseksual adalah 24,4%. Menurut badan kesehatan dunia (WHO) kaum Gay dan Transgender memiliki resiko 20 kali lebih besar tertular HIV / AIDS dibanding populasi normal. Bahkan sebanyak 40% kaum Homoseks dan 68% kaum Transgender di dunia telah menderita HIV / AIDS.
Kedua, Perilaku LGBT berpotensi terkena penyakit langka akibat parasit.
Hasil penelitian Chieng Ching Hung dalam desertasinya untuk gelar doktor di University of Antwerp menyebutkan bahwa penularan parasit E.Histolytica lebih tinggi pada pria gay yang terinfeksi HIV dibanding pria normal yang juga terinfeksi HIV. Penularan dapat terjadi melalui hubungan seks (mohon maaf) anal maupun oral yang biasa dilakukan oleh kaum gay.
Ketiga, Menimbulkan penyakit kelamin seperti kencing nanah (gonoreea) dan sifilis.
Keempat, Menyebabkan rusaknya organ reproduksi dan dapat melemahkan sumber utama pengeluaran mani dan membunuh sperma yang akan sebabkan kemandulan.
2. Sudut Pandang Agama.
Kehidupan beragama di Indonesia dijamin dalam Ideologi PANCASILA pada sila pertama Ketuhanan Yang maha Esa yang pada hakikatnya bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan, dan diaplikasikan dengan diakuinya Islam, Kristen Protestan, Kristen katholik, Budha, Hindu, dan Konghuchu sebagai agama yang diakui negara.
Dalam pandangan agama budha pernikahan sejenis merupakan halangan untuk mencapai kesucian. Homoseksual dianggap sebagai salah satu faktor penyebab penurunan moral di masyarakat. Menurut ideologi kristen protestan tujuan utama pernikahan adalah untuk melestarikan kehidupan atau keturunan. Ini hanya bisa dicapai bila manusia menikah berlainan jenis kelamin. Agama katholik berpendapat suatu ikatan pernikahan hanya bisa dilakukan oleh pria dan wanita . Para pemeluk agama ini menganggap perilaku homoseksual sebagai bentuk penyimpangan. Agama hindu juga melarang pernikahan oleh pasangan sejenis. Agama Konghuchu memiliki prinsip bahwa pernikahan itu hanya terjadi antara lelaki dan wanita.
Dalam agama Islam, firman Allah SWT mengenai larangan berhubungan dengan sesama jenis terdapat dalam Q.S.Al-A’raf : 80-84, “Dan luth berkata kepada kaumnya : mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum kalian…..” juga dalam Q.S.Hud : 82-83 dan pada hadits, Ibnu Abbas : “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum luth, (beliau mengulanginya sebanyak 3 kali)” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No.7337]. Kini dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun agama yang diakui di Indonesia yang membenarkan perilaku LGBT sehingga secara universal dapat dikatakan bahwa perilaku LGBT adalah sebuah penyimpangan dalam agama.
3. Sudut Pandang Hukum.
Di Indonesia aktivitas hubungan sesama jenis bukanlah tindakan kriminal selama tidak melanggar hukum-hukum lain yang lebih spesifik seperti perlindungan anak, kesusilaan, pornografi, pelacuran, dan pemerkosaan. Pengecuaian di provinsi aceh yang sejak tahun 2002 mengadopsi hukum syariah Islam dan Kota Palembang yang menganggap Homoseksual sebagai tindakan kriminal.
Kaum LGBT secara hukum tidak dapat menyelenggarakan pernikahan sesama jenis karena pada Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Juga pada Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Perkawinan yang mengatakan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Dalam hal ini tidak ada satupun agama yang diakui di Indonesia yang melegalkan LGBT sehingga pernikahan sejenis tidak mungkin dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku LGBT bukanlah sebuah tindakan kriminal di Indonesia kecuali di Aceh dan Palembang, namun kaum LGBT mendapat kesulitan dalam kehidupan seperti tidak dapat menikah dengan sesama jenis. Belum lagi dampak sosial yang dirasakan oleh mereka yang akan dibahas lebih lanjut.
4. Sudut Pandang Sosial.
Kaum LGBT yang memiliki perilaku yang berbeda dibanding mayoritas masyarakat Indonesia yang berpegang teguh pada adat istiadat daerah dan religius yang tidak membenarkan perilaku LGBT tentu akan mendapat pengucilan di masyarakat karena mayoritas masyarakat menganggap perilaku mereka menyimpang dan tidak jarang dianggap sebuah penyakit ataupun kelainan. Pengucilan dan tidak diterimanya kaum LGBT di masyarakat merupakan sebuah kontrol sosial alami dimana masyarakat secara sadar merasakan sebuah kekhawatiran akan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan umum.
5. Sudut Pandang HAM.
Kaum LGBT mengukuhkan eksistensinya dengan dalih Hak Asasi Manusia. Banyak dari mereka mengacu pada International Convenant on Civil and Poltical Rights / ICCPR (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik ) yang disahkan Majelis Umum PBB tahun 1951 yang isinya memuat hak untuk menentukan nasibnya sendiri di bidang sipil dan politik. Indonesia telah meratifikasi ICCPR pada 28 oktober 2005 melalui UU No.12 tahun 2005 tentang pengesahan ICCPR. Berikut adalah poin-poin yang termasuk dalam hak sipil :
- Hak hidup
- Hak bebas dari siksaan, perlakuan, atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat.
- Hak bebas dari perbudakan
- Hak bebas dari penangkapan atau penahanan secara sewenang-wenang
- Hak memilih tempat tinggalnya untuk meninggalkan negara manapun termasuk negara sendiri
- Hak persamaan didepan lembaga peradilan dan badan peradilan
- Hak atas praduga tak bersalah
- Hak kebebasan berfikir
- Hak berkeyakinan dan beragama
- Hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan orang lain
- Hak atas kebebasan untuk menyampaikan pendapat
- Hak atas perkawinan / membentuk keluarga
- Hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkan setiap anak sejak lahir dan keharusan mempunyai nama dan hak anak atas kewarganegaraan
- Hak persamaan kedudukan semua orang di depan hukum
- Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Hak-hak sipil inilah yang menjadi dasar pembenaran kaum LGBT dalam mengukuhkan eksistensinya, ditambah fakta banyaknya kaum LGBT dibeberapa negara yang mendapatkan diskriminasi karena status mereka, kini mereka mengggaungkan negara untuk memperhatikan hak-hak sipil warga negara (kau LGBT) dan mendesak pemerintah melegalkan status mereka.
Perlu diketahui bahwa penerapan HAM disetiap negara disesuaikan dengan kondisi demokrasi di negara tersebut. Di Indonesia yang menerapkan demokrasi berasaskan Pancasila, yang dimana pada sila pertama ditegaskan Ketuhanan Yang Maha Esa maka demokrasi di Indonesia adalah demokrasi yang religius, tidak terlepas dari kehidupan beragama dimana seperti diketahui pada kajian diatas bahwa tidak ada satupun agama di Indonesia yang membenarkan perilaku LGBT. Maka tidak mungkin Indonesia untuk melegalkan status kaum LGBT meskipun selama mereka tidak melakukan tindak kriminal yang diatur oleh negara, mereka dapat mempunyai hak yang sama dalam setiap sendi kehidupan kecuali dalam hal pernikahan sesama jenis. Mengenai diskriminasi oleh mayoritas masyarakat adalah hal alamiah yang mau tidak mau diterima karena kelainan orientasi seksual mereka yang terungkap publik mengingat kehidupan masyarakat yang religius.
Hak Asasi Manusia wajib dilindungi oleh pemerintah. Namun kebijakan pemerintah Indonesia dengan tidak melegalkan LGBT sesunguhnya adalah demi melindungi warga negara itu sendiri. Kita juga dapat merujuk pada International Convenant on ekonomic, social, cultural right / ICESCR ( Konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ) yang disahkan Majelis Umum PBB pada tahun 1966. Pada bagian 3 berisi tentang :
- Hak atas pekerjaan
- Hak mendapat program pelatihan
- Hak mendapat kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
- Hak membentuk serikat buruh
- Hak menikmati jaminan sosial termasuk asuransi sosial
- Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
- Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
- Hak terbebas dari kelaparan
- Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
- hak atas pendidikan termasuk pendidikan dasar secara cuma cuma
- Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya dan menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Dalam hal ini negara wajib melindungi hak warga negara untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi. Dalam kajian kesehatan sudah dijelaskan bahwa perilaku LGBT memiliki resiko besar terhadap gangguan kesehatan. Bagaimana warga negara dapat hidup sehat jika memelihara kebiasaan yang membahayakan kesehatan ? Tentu pemerintah mengambil jalan terbaik dengan tidak melegalkan LGBT demi kemaslahatan masyarakat yang lebih besar dan berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 tanpa melanggar hak asasi manusia itu sendiri.
Berdasarkan hasil kajian ilmiah Divisi kajian dan Strategi peneliti menyatakan sikapnya, yaitu “Tidak Membenarkan Perilaku LGBT dan Menolak Legalitas LGBT di Indonesia” dengan pertimbangan :
- Perilaku LGBT membahayakan kesehatan pelaku dan beresiko tinggi menularkan penyakit berbahaya.
- Perilau LGBT tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang bermartabat, menjunjung tinggi adat istiadat dan agama.
- Tidak ada agama di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang membenarkan perilaku LGBT.
- Tidak ada hukum di Negara Kesatuan republik Indonesia yang melegalkan eksistensi LGBT dan pernikahan sesama jenis adalah perbuatan ilegal.
- Tidak melegalkan LGBT tidak dapat diartikan sebagai pelanggaran HAM, tetapi justru melindungi HAM.
Langkah strategis yang akan dilakukan oleh peneliti untuk menanggapi fenomena LGBT adalah sebagai berikut :
- Mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak melegalkan pernikahan sesama jenis.
- Mendesak pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan lembaga pemerintah dalam melaksanakan terapi konversi untuk menyelamatkan kaum LGBT.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghentikan diskriminasi sosial terhadap kaum LGBT dan melakukan pendekatan persuasif agar kaum LGBT kembali pada kodratnya sebagai manusia dengan orientasi seksual normal.
Komentar
Posting Komentar